Senin, 10 Juni 2013

Pembiayaan Murabahah



1.      Pengertian Pembiyaan Murabahah
Dalam skema murabahah Bank bertindak sebagai penjual barang  dan nasabah bertindak sebagai pembeli. Bank menetapkan besaran keuntungan dari harga jual barang dengan sepengetahuan dan disepakati nasabah. Antonio (2001:101) mengemukakan bahwa “Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.”
Secara umum, sama dengan seperti yang diterapkan dalam pembiayaaan Konvensional, pada tahap setelah keputusan kredit, akan diadakan akad kredit untuk menyepakati jumlah pemberian kredit, jangka waktu pinjaman, masa tenggang, cara penarikan, cara pengembalian, dan dalam skema ini tidak menentukan tingkat bunga, melainkan tingkat keuntungan Bank (Margin) dan jaminan yang digunakan. 
2.      Karakteristik Pembiayaan Murabahah
Karakteristik pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh perbankan syariah adalah sebagai berikut :
a.       Akad yang digunakan dalam pembiayaan murabahah adalah akad jual beli. Implikasinya dari penggunaan akad jual beli mengharuskan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjualbelikan. Penjual dalam hal ini adalah bank syariah, sedangkan pembeli adalah nasabah yang membutuhkan barang. Adapun kewajiban bank syariah selaku penjual, menyerahkan barang yang diperjualbelikan kepada nasabah. Sedangkan nasabah berkewajiban membayar harga barang tersebut.
b.      Keuntungan dalam pembiayaan murabahah berbentuk margin penjualan yang sudah termasuk harga jual. Keuntungan (ribh) tersebut sewajarnya dapat dinegosiasikan antara pihak yang melakukan transaksi, yaitu bank syariah dengan nasabah. Kelemahan praktek murabahah saat ini, belum berjalannya daya tawar yang seharusnya dimiliki oleh nasabah. Sehingga posisi nasabah sering kali “agak terpaksa” untuk menerima harga yang ditawarkan oleh pihak bank syariah. Hal ini berbeda dengan praktek kredit konvensional yang keuntungannya didasarkan pada tingkat suku bunga. Nasabah yang mendapatkan kredit dari bank konvensional dibebani kewajiban membayar cicilan beserta bunga pinjaman sekaligus.
c.       Pembayaran harga barang dilakukan secara tidak tunai. Artinya, nasabah membayar harga barang tersebut dengan cara angsuran atau cicilan. Dalam hal ini, nasabah berhutang kepada pihak bank syariah, karena belum melunasi kewajiban membayar harga barang yang ditransaksikan. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah sesuai dengan PBI No 7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Pengertian Pembiayaan



1.    Pengertian Pembiayaan
Dalam kehidupan sehari-hari, Masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memilki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian Masyarakat yang semakin meningkat, munculah jasa pembiayaan atau kredit yang ditawarkan oleh lembaga keuangan Bank. Menurut undang – undang Perbankan NO.10 Tahun 1998 ”Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarrkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengebalikan uang atau tagihan tersebut setelah waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”
Selanjutnya yang di kemukakan oleh Antonio (2001:160) “Pembiayaan yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak - pihak yang merupakan defisit unit”.
Selanjutnya menurut Kasmir (2008:96) mengemukakan bahwa :
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Maka dari itu pembiayaan dapat di artikan sebagai  fasilitas yang berhubungan dengan biaya melalui penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain.

2.    Unsur – Unsur Pembiayan
Dalam pembiayaan mengandung berbagai maksud, atau dengan kata lain dalam pembiayaan terkandung unsur – unsur yang direkatkan menjadi satu. Adapun unsur - unsur ysng terkandung dalam pembiayaan menurut Kasmir (2008:98) adalah sebagai berikut:
a.      Kepercayaan
Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan benar – benar diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu yang sudah diberikan. Kepercayaan yang diberikan oleh Bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu pembiayaan berani dikucurkan. Oleh karena itu sebelum pembiayaan dikucurkan harus dilakukan penyelidikan dan penelitian terlebih dahulu secara mendalam tentang kondisi Nasabah, baik secara intern maupun ekstern.
 Kesepakatan antara si pemohon dengan pihak Bank. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing - masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing - masing. Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam akad pembiayaan dan ditandatangani kedua belah pihak.
b.      Jangka Waktu
Setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
c.       Risiko
Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian pembiayaan akan memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu pembiayaan. Semakin panjang jangka waktu pembiayaan maka semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan Bank, baik risiko disengaja, maupun risiko yang tidak disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga tidak mampu melunasi pembiayaan yang diperoleh.
d.      Balas Jasa
Dalam Bank Konvensional balas jasa dikenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga Bank juga membebankan kepada Nasabah biaya administrasi yang juga merupakan keuntungan Bank. Bagi Bank yang berdasarkan prinsip Syariah balas jasanya dikenal dengan bagi hasil.

3.    Jenis – Jenis Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok Bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak – pihak yang merupakan defisit unit. Pembiayaan menurut sifat penggunaan dapat dibagi menjadi 2 hal, sebagai berikut: (Antonio, 2001:160)
a.       Pembiayaan Produktif. Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut:
1)      Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
a)    Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atu mutu hasil produksi.
b)   Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2)      Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods)
b.      Pembiayaan Konsumtif. Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan kousumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
c.       Berdasarkan dari segi unsur balas jasa pembiayaan atau mekanisme pengambilan keuntungan, operasional pembiayaan dibagi dalam dua jenis pembiayaan yaitu pembiayaan secara Konvensional dan pembiayaan secara Syariah sebagaimana yang dikemukakan oleh Kasmir (2011:52) seperti berikut:

1)   Pembiayaan Konvensional
Pembiayaan  Konvensional merupakan kegiatan penyaluran dana kepada Masyarakat yang dilakukan oleh Bank Kovensional, dalam Perbankan Konvensional, pembiayaan lebih dikenal dengan istilah Kredit atau Pinjaman. Kasmir (2008:96) mengemukakan  ”Kredit  adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dalam upaya untuk menghasilkan laba yang sebesar -besarnya maka Bank berupaya untuk dapat menyalurkan kredit kepada Masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unit). Dalam penyaluran kredit tersebut pihak Bank akan membeBankan bunga kepada Masyarakat yang menggunakan kredit dari Bank tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Martono (2007:55) “Bunga kredit adalah suatu jumlah ganti rugi atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah”.
Bunga kredit merupakan balas jasa yang sangat diharapkan oleh Bank dari semua produk pembiayaan yang ditawarkannya. Bunga memegang peran penting dalam upaya Bank dalam menghasilkan laba. Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariayanti (2009:4) “Apabila pemberian kredit berjalan baik (lancar) maka bunga kredit dapat mencapai 70% sampai 90% dari keseluruhan pendapatan Bank”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bunga kredit merupakan tulang punggung aktivitas Bank Konvensional, semakin lancar penerimaan bunga kredit atau pembiayaan  yang didapat oleh Bank akan dapat menjamin pergerakan Bank selanjutnya.

2)      Pembiayaan Syariah
Pembiayaan Syariah merupakan kegiatan penyaluaran dana yang dilakukan Bank Syariah yang berprinsip pada konsep Perbankan Syariah atau Perbankan Islam yang didasari oleh larangan agama islam untuk meminjamkan dan dengan mengharapakan keuntungan yang berupa bunga sebagaimana yang di kemukakan oleh Antonio (2001:39) ‘riba merupakan penambahan atas harta pokok karena unsur waktu’. Dalam dunia Perbankan,hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman’. yang hal ini biasanya di lakukan oleh Perbankan Konvensional.
Kasmir (2008:96) mengemukakan bahwa “Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Selain itu didalam Perbankan Syariah istilah kredit atau pinjaman tidak dapat digunakan untuk menjelaskan kegiatan penyaluran dana yang dilakukan oleh Bank Syariah. Ada dua alasan yang dapat menjelaskan pernyataan diatas.
Pertama, pinjaman hanyalah salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Masih banyak metode lain yang diajarkan oleh Syariah seperti jual beli, bagi hasil, sewa dan lain-lain. Kedua, pinjaman dalam konteks Islam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya apabila Bank memberikan pinjaman, nasabah tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok pinjamannya.
Bank Syariah sebagai lembaga komersial yang mengharapkan keuntungan, tentu saja tidak dapat melakukan hal ini. Bank Syariah dapat melakukan jual beli dimana Bank Syariah boleh mengambil keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli sesuai dengan akadnya. Selain itu Bank Syariah juga dapat melakukan bagi hasil, sewa, ataupun jenis jasa-jasa keuangan lainnya.Bank Syariah tidak menggunakan istilah pinjaman atau kredit, melainkan pembiayaan (financing).
Pembiayaan adalah transaksi dalam Perbankan Syariah yang merupakan bentuk penyaluran dana ke sektor riil. Perbedaan utama dengan kredit terletak pada konsep bunga. Prinsip ekonomi Islam mengkategorikan bunga sebagai riba dan hukumnya haram. Pembiayaan menggunakan konsep profit and loss sharing atau bagi hasil. Besarnya bagian tergantung pada perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.