1.
Pengertian
Pembiayaan
Dalam kehidupan sehari-hari,
Masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan
primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memilki cukup
dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan
perekonomian Masyarakat yang semakin meningkat, munculah jasa pembiayaan atau
kredit yang ditawarkan oleh lembaga keuangan Bank. Menurut undang – undang
Perbankan NO.10 Tahun 1998 ”Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarrkan persetujuan atau kesepakatan antara
Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengebalikan
uang atau tagihan tersebut setelah waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.”
Selanjutnya yang di kemukakan oleh Antonio
(2001:160) “Pembiayaan yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak - pihak yang merupakan defisit unit”.
Selanjutnya menurut Kasmir (2008:96)
mengemukakan
bahwa :
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.
Maka dari itu
pembiayaan dapat di artikan sebagai
fasilitas yang berhubungan dengan biaya melalui penyediaan uang atau
tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain.
2.
Unsur
– Unsur Pembiayan
Dalam pembiayaan mengandung berbagai
maksud, atau dengan kata lain dalam pembiayaan terkandung unsur – unsur yang
direkatkan menjadi satu. Adapun unsur - unsur ysng terkandung dalam pembiayaan
menurut Kasmir (2008:98) adalah sebagai berikut:
a. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan suatu
keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan benar – benar diterima kembali dimasa
yang akan datang sesuai jangka waktu yang sudah diberikan. Kepercayaan yang
diberikan oleh Bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu pembiayaan
berani dikucurkan. Oleh karena itu sebelum pembiayaan dikucurkan harus
dilakukan penyelidikan dan penelitian terlebih dahulu secara mendalam tentang
kondisi Nasabah, baik secara intern maupun ekstern.
Kesepakatan antara si pemohon dengan pihak Bank.
Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing - masing pihak
menandatangani hak dan kewajiban masing - masing. Kesepakatan ini kemudian
dituangkan dalam akad pembiayaan dan ditandatangani kedua belah pihak.
b. Jangka
Waktu
Setiap pembiayaan yang diberikan
memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian
pembiayaan yang telah disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu
pengembalian angsuran yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi
tertentu jangka waktu ini bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
c. Risiko
Akibat adanya tenggang waktu, maka
pengembalian pembiayaan akan memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau
macet pemberian suatu pembiayaan. Semakin panjang jangka waktu pembiayaan maka semakin
besar risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan Bank,
baik risiko disengaja, maupun risiko yang tidak disengaja, misalnya karena
bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan
lainnya, sehingga tidak mampu melunasi pembiayaan yang diperoleh.
d. Balas
Jasa
Dalam Bank Konvensional balas jasa
dikenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga Bank juga
membebankan kepada Nasabah biaya administrasi yang juga merupakan keuntungan Bank.
Bagi Bank yang berdasarkan prinsip Syariah balas jasanya dikenal dengan bagi
hasil.
3.
Jenis
– Jenis Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu
tugas pokok Bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak – pihak yang merupakan defisit unit. Pembiayaan menurut sifat
penggunaan dapat dibagi menjadi 2 hal, sebagai berikut: (Antonio, 2001:160)
a. Pembiayaan Produktif. Yaitu
pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas,
yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua
hal berikut:
1) Pembiayaan modal kerja, yaitu
pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
a) Peningkatan produksi, baik secara
kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu
peningkatan kualitas atu mutu hasil produksi.
b) Untuk keperluan perdagangan atau
peningkatan utility of place dari suatu barang.
2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital
goods)
b. Pembiayaan Konsumtif. Yaitu
pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan kousumsi, yang akan habis
digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
c. Berdasarkan
dari segi unsur balas jasa pembiayaan atau mekanisme pengambilan keuntungan,
operasional pembiayaan dibagi dalam dua jenis pembiayaan yaitu pembiayaan
secara Konvensional dan pembiayaan secara Syariah sebagaimana yang dikemukakan
oleh Kasmir (2011:52) seperti berikut:
1) Pembiayaan
Konvensional
Pembiayaan Konvensional merupakan kegiatan penyaluran
dana kepada Masyarakat yang dilakukan oleh Bank Kovensional, dalam Perbankan
Konvensional, pembiayaan lebih dikenal dengan istilah Kredit atau Pinjaman. Kasmir
(2008:96) mengemukakan ”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil. Dalam upaya untuk menghasilkan laba
yang sebesar -besarnya maka Bank berupaya untuk dapat menyalurkan kredit kepada
Masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unit). Dalam penyaluran kredit tersebut pihak Bank akan membeBankan
bunga kepada Masyarakat yang menggunakan kredit dari Bank tersebut. Hal ini
diungkapkan oleh Martono (2007:55) “Bunga kredit adalah suatu jumlah ganti rugi
atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah”.
Bunga kredit merupakan balas jasa
yang sangat diharapkan oleh Bank dari semua produk pembiayaan yang
ditawarkannya. Bunga memegang peran penting dalam upaya Bank dalam menghasilkan
laba. Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariayanti (2009:4) “Apabila
pemberian kredit berjalan baik (lancar) maka bunga kredit dapat mencapai 70%
sampai 90% dari keseluruhan pendapatan Bank”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa bunga kredit merupakan tulang punggung aktivitas Bank
Konvensional, semakin lancar penerimaan bunga kredit atau pembiayaan yang didapat oleh Bank akan dapat menjamin
pergerakan Bank selanjutnya.
2) Pembiayaan
Syariah
Pembiayaan
Syariah merupakan kegiatan penyaluaran dana yang dilakukan Bank Syariah yang
berprinsip pada konsep Perbankan Syariah atau Perbankan Islam yang didasari
oleh larangan agama islam untuk meminjamkan dan dengan mengharapakan keuntungan
yang berupa bunga sebagaimana yang di kemukakan oleh Antonio (2001:39) ‘riba merupakan penambahan atas harta
pokok karena unsur waktu’. Dalam dunia Perbankan,hal tersebut dikenal dengan
bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman’.
yang hal ini biasanya di lakukan oleh Perbankan Konvensional.
Kasmir
(2008:96) mengemukakan bahwa “Pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil. Selain
itu didalam Perbankan Syariah istilah kredit atau pinjaman tidak dapat
digunakan untuk menjelaskan kegiatan penyaluran dana yang dilakukan oleh Bank
Syariah. Ada dua alasan yang dapat menjelaskan
pernyataan diatas.
Pertama,
pinjaman hanyalah salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Masih banyak
metode lain yang diajarkan oleh Syariah seperti jual beli, bagi hasil, sewa dan
lain-lain. Kedua, pinjaman dalam konteks Islam adalah akad sosial, bukan akad
komersial. Artinya apabila Bank memberikan pinjaman, nasabah tidak boleh disyaratkan
untuk memberikan tambahan atas pokok pinjamannya.
Bank
Syariah sebagai lembaga komersial yang mengharapkan keuntungan, tentu saja
tidak dapat melakukan hal ini. Bank Syariah dapat melakukan jual beli dimana Bank
Syariah boleh mengambil keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli
sesuai dengan akadnya. Selain itu Bank Syariah juga dapat melakukan bagi hasil,
sewa, ataupun jenis jasa-jasa keuangan lainnya.Bank Syariah tidak menggunakan
istilah pinjaman atau kredit, melainkan pembiayaan (financing).
Pembiayaan
adalah transaksi dalam Perbankan Syariah yang merupakan bentuk penyaluran dana
ke sektor riil. Perbedaan utama dengan kredit terletak pada konsep bunga.
Prinsip ekonomi Islam mengkategorikan bunga sebagai riba dan hukumnya haram.
Pembiayaan menggunakan konsep profit and loss sharing atau bagi hasil.
Besarnya bagian tergantung pada perjanjian yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak.